Metro(Begawinews.com) – Pihak Pemerintah Kota Metro, sudah harusnya bertindak tegas terkait perizinan Phoenix Billiar dan Cafe. Pihak Tata Ruang dan Cipta Karya Dinas PUTR Kota Metro, sampai saat ini belum bisa ditemui untuk dikonfirmasikan, dengan alasan padat agenda. Senin, 10/03/2025.
Berdasarkan data informasi yang dihimpun tim media ini, terdapat poin poin dugaan pelanggaran yang sengaja dilakukan pihak pengelolanya.
Selain pembongkaran bangunan melanggar GSB, dan memproses pidana berdasar pasal 13 UU GSB Nomor 28/2002, dan tindakan penyerobotan dan menghilangkan tanda batas (Patok) GSB.
Ditambah lagi dugaan manipulasi dokumen persetujuan warga lingkungan, sekitar bangunan Phoenix Billiar & Cafe yang berlokasi di Jalan Dr. Sutomo, Kelurahan Hadimulyo Timur, Kecamatan Metro Pusat berbatas dengan Kelurahan Purwosari, Kecamatan Metro Utara.
Pertama, awal mendirikan bangunan belum mengantongi izin apapun, dan dokumen persetujuan lingkungan dengan 30 orang warga, hanya 7 orang yang mau menandatangani dokumen tersebut. Sementara itu, warga lainnya tidak turut menandatangani dokumen persetujuan lingkungan tersebut.
Kedua, pelanggaran Garis Sempadan Bangunan (GSB) seluas 2,9 Meter dan 4 Meter. Dan yang ke tiga, tindakan dengan sengaja menghilangkan tanda batas (Patok) GSB, serta penyerobotan lahan yang masuk dalam GSB.
Terkait hal ini, pihak DPRD Kota Metro melalui Anggota Komisi I, Fraksi PDI-P, Basuki, S.Pd mulai meradang dan memberikan penegasan kepada pihak Dinas PUTR untuk tidak bermain – main perizinan tata ruang daerah.
“Pihak Dinas PUTR dan tim perizinan serta Pol PP, harus tegak lurus dengan aturan. Pelanggaran yang terjadi mengait pada tata ruang daerah serta GSB, tidak ada toleransi dan pengecualian, harus di bongkar dan hentikan operasionalnya,”tegasnya.
Basuki, S.Pd juga mengingatkan bahwa, soal perizinan melulu menjadi masalah disektor pembangunan usaha komersil, seperti Hotel dan lainnya. Artinya, semua sudah harus menjadi pembelajaran, untuk semua pihak agar tetap taat aturan.
“Kita bukan alergi akan sebuah pembangunan untuk kemajuan daerah, akan tetapi harus melihat dan menaati semua ketentuan yang berlaku, khususnya soal perizinan. Jangan ada permainan didalamnya, sebab soal izin menjadi sorotan publik dan menjadi contoh. Jika kondisinya demikian, maka akan banyak warga yang membangun semau-maunya, tanpa mengutamakan perizinan,”ulas Basuki.
Basuki menambahkan, Pihak Pol PP juga diminta tegas dalam penegakan Perda, tidak ada alasan dalam bentu apapun. Gedung Bangunan Phoenix Billiar tidak berizin, ditambah lagi melanggar GSB. Tentu sudah tidak ada pengecualian, pihak terkait harus tegak lurus dalam aturan.
GSB merupakan garis batas minimal yang memisahkan bangunan dengan lahan lain. GSB diatur dalam Pasal 13 UU Nomor 28 Tahun 2002. Tujuan GSB adalah memastikan pemukiman rapi, aman, dan nyaman, menciptakan keteraturan, kenyamanan, keamanan, dan estetika kota.
Terfokus Bangunan Phoenix Billiar, melanggar GSB terdiri dari GSB terhadap Garis Sempadan Jalan (GSJ) dan GSB terhadap Garis Sempadan Sungai (GSS).
“Artinya, sebelum membangun bangunan, harus memperhitungkan GSB dengan instansi terkait. Pelanggaran GSB dapat dikenakan sanksi pidana, pembongkaran, dan penyegelan bangunan, tanpa catatan tanpa kebijakan apapun, terlebih sistem tertolak,”imbuhnya.
Terkait hal ini, Pihak Satuan Pol PP Kota Metro melimpahkan informasi teknis ke pihak Dinas PUTR dalam hal ini bidang Tata Ruang dan Cipta Karya. Dan akan bertindak dengan menunggu hasil pemberitahuan dari pihak PUTR.
Disisi lain, terang benderangnya pelanggaran yang dilakukan pihak Pengelola usaha Phoenix Billiar yakni, tidak mengantongi izin lengkap mendirikan bangunan, dugaan memanipulasi persetujuan lingkungan dan bahkan melanggar GSB serta indikasi penyerobatan dan menghilangkan tanda/patok batas GSB, pihak Dinas PUTR justru memberikan saran masukan catatan agar terpenuhinya syarat perizinan penerbitan PBG.
Padahal pelanggaran tersebut juga dengan jelas disampaikan Kepala Dinas PUTR, Robby K Saputra. Namun pihak Dinas PUTR mengatasnamakan Pemerintah Kota Metro, memberikan kebijakan untuk tidak membongkar bangunan yang melanggar GSB, dengan alasan akan dijadikan Ruang Tebuka Hijau (RTH).
Catatan lain, pihak pengelola harus menyewa lahan lain untuk areal perparkiran, serta membuat ulang data dokumen syarat RTH – RTU melalui konsultan pengelola Phoenix Billiar, dengan arahan saran masukan pihak Dinas PUTR mengarah pada mulusnya perizinan demi penerbitan PBG.
Kebijakan tersebut secara nyata dilakukan, mengalahkan Pasal 13 UU BSG Nomor 28 tahun 2002. Dan mengalahkan PermenPU yang mengatur rencana tata ruang dan lingkungan atau RTBL, serta Permen PUPR yang mengatur tentang pedoman penyusunan rencana detail tata ruang dan peraturan zonasi, serta fungsi rencana tata ruang wilayah (RTRW).
Yang sebelumnya, proses perizinan penerbitan PBG terjadi penolakan atau di tolak oleh sistem OSS mengarah pada SiMBG, lantaran syarat utama PBG adalah tidak melanggar GSB.
Dari penolakan tersebut, Pihak Dinas PUTR bersama Tim Sat Pol PP dan Pengelola melakukan pertemuan dan urun rembuk menyangkut soal perizinan dan penerbitan PBG. Atas dasar itu, pihak Tata Ruang Cipta Karya Dinas PUTR, langsung berkoordinasi dengan perizinan provinsi, mengarah pada indikasi perundingan memuluskan penerbitan izin dan PBG. (*/Red)