Bandar Lampung (BN)-Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditkrimum) Polda Lampung berhasil menangkap tiga pelaku dugaan penipuan, yang janjikan warga enam desa di Kecamatan Jati Agung, yang menduduki kawasan Register untuk menjadi hak milik. Kasus yang merugikan warga hingga miliaran rupiah itu bergulir sejak tahun 2019 lalu itu, baru tertangkap era Kapolda Irjen Pol Hendro Sugiatno.
Direktur Reserse Kriminal Umum (Direskrimum) Polda Lampung AKBP Reynold Elisa Hutagalung membenarkan bahwa pihaknya telah menangkap tiga orang pelaku, yang terlibat kasus dugaan penipuan dengan modus janjikan pembebesan lahan register bagi masyarakat ditiga desa di Kecamatan Jati Agung, Lampung Selatan.
“Kasusnya awalnya soal tanah, sehingga terjadi penipuan. Ada tiga tersangka yang sudah kita amankan, dua orang masih menjalani pemeriksaan, satu orang meninggal dunia karena sakit. Jadi kasusnya masih terus didalami penyidik, termasuk orang orang yang terlibat dalam perkara yang menjadi atensi Polda Lampung itu,” kata Reynold, Senin 18 April 2022 malam.
Reynold menjelaskan, awalnya kasus itu dikomplain masyarakat dari enam desa di Kecamatan Jati Agung Lampung Selatan. Ada sekelompok orang yang datang ke desa desa, berdalih pembebasan lahan kawasan register menjadi hak milik. Kemudian enam Kepala Desa di Kecamatan Jati Agung Lampung Selatan melakukan penarikan uang iuran dari warga, Total penarikan mencapai miliaran rupiah. Iuran di kordinasi perdusun, lalu disetor ke Kades, dengan nama Forum Kepala Desa.
“Dari hasil pemeriksaan saat ini, ternyata enam kepala desa itu juga menjadi korban dari para pelaku ini. Jadi kita juga berharap masyarakat memahami hal ini. Masyarakat tidak ambigu dalam perkara ini. Tapi penyidik juga masih mendalami hal itu. Sementara ini enam Kades juga menjadi korban. Dua tersangka masih kita amankan di Polda Lampung, guna proses lebih lanjut,” kata Reynold.
Dua orang yang kini ditangkap Polda Lampung adalah Iwan dan Aulia, dua dari kelompok orang yang disebut Tim pembesana lahan Regiter 40. Tim terdiri dari empat orang atas nama Aulia, Iwan, Aat, dan Uus. Penerima pengepul uang warga Aulia dan tertera dalam kwitansi.
Traik Uang Rp170 Juta Per-Dusun
Sebelumnya, Informasi yang dihimpun wartawan, menyebutkan penarikan dana sengaja dilakukan kepada warga, guna penyelesaian status lahan kawasan register 40 milik negara yang saat ini mereka diami, agar dapat menjadi hak milik. Keenam desa itu, Desa Sumber Jaya dijabat Kades saat itu Asep Sudarmansyah, Desa Sinar Rejeki Kades Paryanto, Desa Margo Lestari Kades Sonjaya, Desa Puwotani Kades Sutrisno, Desa Karang Rejo Kades Pertode, dan Desa Sidoharjo Kades Sukarji.
Pengakuan warga Desa bahwa Kepala Desa menginformasikan bahwa tanah negara bisa menjadi hak milik pribadi dengan mengacu surat Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI (KLHK) bernomor S.292/ BPKH.XX-3/2018 tertanggal 29 Oktober 2018.
Masyarakat dikumpulkan di Balai Desa dan Forum Kades menjelaskan bahwa KLHK telah memberi SK proses pengurusan tanah register 40 itu. Warga mengaku percaya dengan enam kepala Desa yang merujuk kepada surat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, dengan Nomor Surat S.292/ bpkh.XX-3/2018. Tertanggal 29 Oktober 2018.
Selanjutnya, Forum Komunikasi Antara Enam Desa se-Kecamatan Jati Agung menerbitkan surat pemberitahuan bahwa tanah di enam desa tersebut tidak masuk dalam rigister 40 Gedong Wani. Tetapi masuk dalam kawasan fungsi lain, yang siap dapat dibuat sartifikat. Dengan mengklaim luas tanah 35 ribu hektare yang bukan tanah kawasan, enam desa membuat Pokmas guna pembuatan PTSL.
Namun, untuk mendapatkan SK tersebut maka warga harus mengeluarkan uang. Termasuk untuk pengurusan SK tersebut ada uang yang dikeluarkan. Satu desa mencapai sekitar Rp180 juta. Masing-masing dipungut biaya besarnya relatif tidak sama rata disesuaikan kemampuan berkisar Rp3-Rp10 juta per KK.
Sehingga satu dusun ditarik uang terkumpul mencapai Rp25-30 juta. Masing masing desa rata rata berjumlah 6 sampai 7 dusun. Belum termasuk warga yang menguasai lahan hektaran. Perkiraan Rp180 juta dikali enam desa sekitar Rp1 miliar lebih. Penarikan uang kepada warga sudah yang ke tiga kalinya.
Ironisnya SK KLHK hingga saat ini tidak pernah ditunjukan ke warga. Malah warga kemudian mendapat surat dari pemantauan kawasan hutan wilayah XX Bandar Lampung, yang menyatakan bahwa kawasan hutan gedong wani register 40 tetap bersetatus kawasan hutan. Sesuai dengan nomor SK. 74/MenLKH-PKTL/KUH/PLA.2/I/20I7.
Sementara enam Kepala Periode saat itu, mengatakan bahwa persoalan tanah register 40 Gedong Wani adalah awalnya dengan dibentuk tim proses pembebasan lahan register 40 Gedong Wani. Tim itu mempasilitasi segala pengurusan pembebasan lahan. Para Kades itu juga menolak disebut telah melakukan pungutaan liar (pungli). Karena mereka juga merasa telah diperdaya tim yang telah menipu mereka. Maka para Kades juga mengejar para Tim itu.
Tim terdiri dari empat orang atas nama Aulia, Iwan, Aat, dan Uus, yang tergabung dalam Tim Pelepasan Lahan Register 40 Jati Agung. Mereka kemudian didampingi Dani, yang disebut sebut sebagai orang dekat Kementerian Kehutanan RI.
Kepada wartawan, Dani mengatakan bahwa dirinya tidak tahu menahu soal penarikan uang tersebut. Dia mengaku hanya menjadi tempat konsultasi. “Jika saya disebut menerima uang, buktinya ada tidak, atau ada tanda tangan saya. Karena mereka datang konsultasi ya saya terima. Saya datang ke Lampung dan pulang ke Jakarta semua gunakan biaya sendiri. Karena memang saya ada keluarga di Lampung,” kata Dani.
Dani mengakui, pernah diminta oleh Tim dan para Kades, kepada masyarakat, soal peta. Tapi itu di Jakarta, saat mereka (para kades,red) ada acara di Jakarta. ”Secara prinsip saya beri masukan dan sesuai prosedur. Dan mereka harus tempuh semua secara aturan. Jika belakangan mereka menarik uang ke warga, saya angkat tangan mas,” katanya.
Pasca ramai disorot media, enam kepala desa itu kerap melakukan pertemuan tertutup dan berpindah pindah tempat. Kegiatan bersama tim Aulia, Iwan, Aat, dan Uus, yang kabarnya juga tidak begitu dikenal itu berjalan sejak kisaran bulan Oktober 2018 lalu. Setoran uang Rp170 juta perdesa itu, diserahkan kepada Aulia, dan tertera dalam kwitansi. Beberapa kali enam kepala Desa itu berangkat ke Jakarta, namun hanya didampingi Aulia, dan Iwan.
Belakangan, pasca banyak pemberitaan Iwan tidak lagi kerap bersama Aulia dan para Kades. Bahkan Aat dan Uus ikut menghilang. Bahkan tidak jarang para Kades hanya jalan jalan tanpa membuahkan hasil. Hingga akhirnya Iwan dan Aulia kini ditahan di Polda Lampung. (red)